Sabtu, 13 Juli 2013

Fitnah : Mirza Ghulam Ahmad Kalah Mubahalah Dengan Maulwi Tsanaullah


Jawab:
(1)    Tatkala Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad diizinkan untuk bermubahalah dengan Ulama, maka beliau telah menyatakan hal itu dalam buku Beliau “Anjami Atham”. Dan dalam buku tersebut beliau juga menyebutkan nama-nama Ulama yang mendustakan beliau. Beliau mengajak mereka untuk bermubahalah. Nama Maulwi Tsanaullah pun telah disebutkan di antara para Ulama tersebut. Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menulis: “Bersaksilah wahai penduduk bumi dan wahai malaikat di langit! Bahwa laknat Allah bagi orang-orang yang telah mendapatkan seruan ini, tapi tidak mau bermubahalah dan tidak mau berhenti dari mendustakan dan mengafirkan dan juga tidak mau menjauhi orang-orang yang memperolok-olokkan”.



(2)              Buku tersebut telah sampai kepada Tsanaullah, akan tetapi Tsanaullah berdiam diri saja. Ketika para pengikutnya mendesak, barulah Tsanaullah memberanikan diri untuk bermubahalah dengan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad dan telah berjanji pula dengan orang-orang. Mendengar janjinya itu Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menulis: “Kalau betul dia akan bermubahalah agar orang yang dusta di antara kita  mati lebih dahulu daripada yang benar, maka sudah pasti Tsanaullah akan mati lebih dulu daripada saya … Hendaknya janganlah dia berpaling dari janjinya ini (Lihat I’jazu Ahmadi, hal. 14).

Tatkala Tsanaullah membaca tulisan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ini, dia menulis: “Dengan dukacita saya menyatakan bahwa saya tidak berani dalam perkara-perkara yang semacam ini”. (Ilhamat Mirza, hal. 85).

(3)              Semua pengikut Tsanaullah, bahkan orang-orang lain pun menyalahkannya sehingga terpaksa dia menulis lagi: “Saya sanggup mengamalkan   ayat (Faqul ta’alau nad’u abna ana wa abna akum….. al-ayah) itu dan sekarang juga saya berani bermubahalah” (Surat kabar Ahli Hadis, 22 Juni 1906). Dan kembali Tsanaullah menulis lagi dalam surat kabar (Ahli Hadis 29 Maret 1907).
Sebagai jawaban atas pernyataan Tsanaullah tersebut, pengarang surat kabar “Badar” Qadiyan telah menyiarkan: “Saya memberi kabar suka kepada Maulwi Tsanaullah bahwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad telah mengabulkan seruannya (yang berhubungan dengan mabahalah) itu (Lihat surat kabar Badar 14 April tahun 1907).

Dalam surat kabar Ahli Hadis 19 April 1907 Maulwi Tsanaullah menulis lagi: “Saya bukan hendak bermubahalah, saya hendak bersumpah saja atas kedustaan Mirza”. Heran bin ajaib! Maulwi Tsanaullah sendiri telah menyebutkan ayat mubahalah dan sudah menyatakan kesanggupannya untuk mengamalkan ayat mubahalah itu, akan tetapi sekarang dia telah memutar perkataannya lagi. Hendaklah diketahui bahwa dalam mubahalah perlu ada dua fihak dan perlu bersama-sama berdoa dengan sungguh-sungguh bahwa fihak yang tidak benar akan dilaknat oleh Allah, akan tetapi kalau pihak yang satu bersedia, sedang pihak lain tidak mau, maka mubahalah itu tidak dapat dilaksanakan, sebagaimana mubahalah kaum Kristen Najran tidak jadi bermubahalah dengan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.

(4)              Dengan keterangan yang disebutkan tadi nyatalah sudah bahwa Tsanaullah berkali-kali menyeru Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad agar mau bermubahalah, akan tetapi tatkala Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad menerima seruannya, maka dia mencari jalan untuk lari. Akhirnya pada 15 April 1907  beliau sendiri telah menulis sepucuk surat yang mengandung doa kepada Maulwi Tsanaullah bahwa barang siapa di antara kita itu pendusta agar dibinasakan oleh Allah Ta’ala. Dan pada surat itu beliau meminta kepada Tsanaullah agar surat itu disebarkan dalam surat kabarnya Ahli Hadis dan agar surat itu ditanda tangani sebagai bukti persetujuannya serta harus menuliskan pilihan mana yang akan diambil atau mana yang tidak apa pada bagian  di bawahnya.

Surat beliau ini disebarkan oleh Tsanaullah dalam surat kabarnya, bernama: “Ahli Hadis” pada tanggal 26 April tahun 1907. Tahukah pembaca apa yang Tsanaullah tulis dalam surat beliau itu? Dia menulis: “Tulisan Tuan (Ahmad Qadiyani) ini, saya tidak dapat menyetujuinya dan tidak ada orang yang berakal akan menyetujuinya”.

         
Dia menulis lagi dalam surat kabar “Wathan” 26 April 1907, begini: “Wahai Ahmad! Tolonglah perlihatkan kepada kami suatu mu’jizat agar kami dapat memperoleh nasehat. Kalau saya telah mati apa yang akan saya lihat dan bagaimana saya akan mendapatkan petunjuk”.

Tiga keterangan Maulwi Tsanaullah ini menunjukkan bahwa dia tidak berani bermubahalah dengan Hadhrat Ahmad ‘alaihis salam. Dia tidak menyetujui ajakan mubahalah yang disebarkan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad, bahkan dia telah menulis bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang benar itu telah wafat lebih dulu daripada Musailamah yang pendusta, maka dari itu mubahalah yang  dianjurkan oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad itu tidak sampai terjadi, maka siapakah yang mati duluan dan siapakah yang mati belakangan itu tidak menjadi soal lagi.

http://ahmadiyah-difitnah.blogspot.com/2013/07/fitnah-mirza-ghulam-ahmad-kalah.html

2 komentar:

  1. Tapi beliau mirza al kadzab kampus dengan belepotan kotoran dan air kencingya sementara syeikh tsanaullah wafat dengan mulia 40 tahun sesudah si laknatullah mirza mampus

    BalasHapus
  2. Bsakah anda cantumkan sumber info anda?
    Jngan hanya "katanya"

    BalasHapus